Cukup banyak versi kisah tentang penyebab keislaman Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, tetapi yang menjadi pelajaran penting bagi kita di sini adalah seorang sahabat utama yang berubah watak kerasnya sejak detik-detik pertama ia masuk Islam menjadi sikap keras untuk membela kebenaran dan melawan kebatilan. Hal ini terlihat jelas pada beberapa kisah berikut ini:
Ibnu Ishaq meriwayatkan telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Al-Harits yang berasal dari beberapa orang dari keluarga Umar sendiri bahwa Umar bin Al-Khaththab berkata,
“Ketika malam aku masuk Islam, aku mengingat-ingat siapa di antara penduduk Makkah yang selama ini paling memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan aku datangi dan beritahukan padanya bahwa aku telah masuk Islam. Orang yang terpikir dalam benakku adalah Abu Jahal. Oleh karena itu, pada pagi harinya, aku menuju rumah Abu Jahal dan aku menggedor pintunya hingga dia pun keluar. Ia katakan, “Selamat datang wahai anak saudariku, apa yang membawamu kemari?”
Aku menjawab, “Aku datang untuk memberitahukan kepadamu bahwa aku telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan aku membenarkan yang dibawa olehnya.” Abu Jahal pun menutup pintu dengan keras di depanku sambil berkata, “Sialan, sungguh buruk kamu seburuk kabar yang kamu bawa kemari.” (Lihat As-Sirah An-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, 1:371).
Ibnu Ishaq mengatakan telah bercerita kepadaku Nafi’ (bekas budak ‘Abdullah bin ‘Umar), dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma sendiri yang berkata, “Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu masuk Islam, ia mengatakan, ‘Siapakah di antara orang-orang Quraisy yang paling cepat menyebarkan berita?’ Maka diberitahukan kepadanya Jamil bin Mu’ammar Al-Jumahi. Umar pun pergi menemuinya pada pagi-pagi buta dan aku pun berjalan mengikuti di belakangnya karena ingin mengetahui apa yang akan ia lakukan. Hingga ketika Umar bertemu Jamil, beliau berkata, ‘Hai Jamil, sesungguhnya aku telah masuk Islam, agama Muhammad.’ Demi Allah, Jamil tidak menjawab kata-kata Umar sedikit pun, tetapi ia segera bergegas pergi sambil menyeret selendangnya dan diikuti oleh Umar di belakangnya, sedangkan aku di belakang Umar sehingga ketika Jamil berdiri tepat di depan pintu masjid, ia pun berteriak dengan suara lantang, “Wahai orang-orang Quraisy”, sedangkan mereka berada di dalam ruang-ruang tempat pertemuan mereka di sekitar Ka’bah, ‘Ketahuilah bahwa Umar bin Al-Khaththab telah meninggalkan keyakinan nenek moyangnya.” Lihat As-Sirah An-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, 1:370.
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menceritakan pula,
لَمَّا أَسْلَمَ عُمَرُ اجْتَمَعَ النَّاسُ عِنْدَ دَارِهِ وَقَالُوا صَبَا عُمَرُ . وَأَنَا غُلاَمٌ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِى
“Ketika Umar masuk Islam, orang-orang pada berkumpul di rumahnya sambil berteriak, Umar telah pindah agama. Ketika itu aku sendiri masih kanak-kanak, ketika itu aku memanjat ke atas atap rumahku.” (HR. Bukhari, no. 3865)
Begitulah sikap Umar kepada orang-orang Quraisy sejak keislamannya. Keislaman Umar telah membawa kemenangan dan menumbuhkan harga diri kaum muslimin, serta membawa kehinaan dan rasa minder bagi musuh-musuh Islam.
Ada banyak riwayat yang terkait hal ini, di antaranya:
Pertama:
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
مَا زِلْنَا أَعِزَّةً مُنْذُ أَسْلَمَ عُمَرُ
“Kami terus merasakan harga diri yang tinggi semenjak Umar masuk Islam.” (HR. Bukhari, no. 3863)
Kedua:
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Umar,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ مَا لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ قَطُّ سَالِكًا فَجًّا إِلاَّ سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ
“Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya, setiap kali setan bertemu kamu sedang melewati suatu jalan, maka ia melewati jalan lain selain jalanmu.” (HR. Bukhari, no. 3294)
Diriwayatkan bahwa setelah Umar menyatakan diri masuk Islam, maka dia keluar bersama-sama sahabat yang lain dari Darul Arqam yang selama ini menjadi rumah persembunyian mereka, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan diapit di antara dirinya dan Hamzah. Semenjak itulah, kaum Quraisy mengetahui bahwa Muhammad telah mendapatkan kekuatan sehingga mereka tidak pernah merasa bersedih seperti kesedihan mereka pada saat itu. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,
فَسَمَانِي رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ الفَارُوْق
“Maka sejak hari itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan julukan kepadaku dengan gelar Al-Faruq (pembeda).” (Lihat Al-Ishabah karya Ibnu Hajar, 4:380 dan As-Sirah An-Nabawiyyah karya Adz-Dzahabi, hlm. 107-108. Adz-Dzahabi mengatakan, “Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dengan sanad yang dhaif.”).
Masih berlanjut pada pelajaran-pelajaran penting dari masuk Islamnya Hamzah dan Umar, nantinya edisi selanjutnya insya-Allah.
Referensi:
Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr.Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.
—
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com